Selasa, 16 Maret 2010

TRADISI SINOMAN DALAM PESTA PERNIKAHAN SEBAGAI WUJUD GOTONG ROYONG MASYARAKAT DI DAERAH CEPU

PENDAHULUAN


1.Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia terdiri atas jajaran pulau-pulau dengan berbagai ragam budaya, namun tetap satu kesatuan atau Bhinneka Tunggal Ika sehingga berbagai kekayaan budaya harus dipelihara dan dikembangkan. Ada berbagai bentuk budaya dari daerah Sabang sampai Merauke. Itu artinya kebudayaan Indonesia disebut multi kultural. Kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut akhirnya mengerucut menjadi kebudayaan nasional. Itulah mengapa Indonesia selalu disebut-sebut memiliki kekayaan budaya nasional.
Menurut Koenjtaraningrat mengenai definisi kebudayaan itu sendiri, budaya berasal dari kata buddhayah (sansekerta) yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (akal atau pikiran). Jadi kebudayaan berarti hal-hal yang berhubungan dengan budi dan akal. Kebudayaan tersebut meliputi gagasan-gagasan, cara berpikir, ide-ide, yang menghasilkan norma-norma, adat istiadat, hukum, dan kebiasaan-kebiasaan yang merupakan pedoman bagi tingkah laku dalam masyarakat. Tingkat yang lebih tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat adalah sistem nilai budaya, karena sistem nilai budaya merupakan konsep yang hidup dalam alam pikiran (sebagian) masyarakat. Sistem nilai budaya itu pun tidak saja berfungsi sebagai pedoman, tetapi juga sebagai pendorong kelakuan manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Salah satu pulau yang memiliki beranekaragam kebudayaan di dalamnya adalah Pulau Jawa. Karkono sendiri berpendapat bahwa kebudayaan Jawa adalah pancaran atau pengejawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan lahir dan batin. Kebudayaan Jawa ini telah ada sejak zaman prasejarah. Kedatangan kebudayaan Hindu di Pulau Jawa melahirkan kebudayaan Hindu-Jawa, kedatangan kebudayaan di Jawa melahirkan kebudayaan Islam-Jawa. Kedatangan bangsa Barat untuk berdagang dan menjajah kebudayaannya melahirkan kebudayaan Barat-Jawa yang cenderung materialistik. Kemudian, kebudayaan Jawa menjadi sinkretis meliputi unsur-unsur: pra-Hindu (Jawa asli), Hindu Jawa, Islam Jawa, dan Barat Jawa.
Kajian terhadap Kebudayaan Jawa sendiri maksudnya adalah penyelidikan atau penelitian secara mendalam terhadap budaya yang merupakan kebiasaan dan selalu dilakukan oleh manusia atau masyarakat Jawa. Konsepsi tentang manusia sebagai satu-satunya organisme yang merupakan makhluk pembentuk kebudayaan, mengakui bahwa kebudayaan bersifat universal dan merupakan atribut dari semua manusia. Manusia dapat mewujudkan kebudayaan karena ia memiliki kemampuan untuk berkomunikasi melalui lambang-lambang. Kebudayaan menjadi milik manusia melalui proses belajar dan diajarkan kepada anggotanya melalui proses akulturasi, enkulturasi, dan proses sosialisasi.
Karena itulah dalam makalah ini, penulis ingin memaparkan salah satu bentuk kebudayaan Jawa yang berada di daerahnya, yaitu tradisi sinoman. Pembahasan mengenai kegiatan sinoman ini lebih difokuskan pada pesta pernikahan, khususnya di daerah Cepu. Penulis ingin memberikan referensi pada para pembaca agar pembaca bisa membandingkannya lamgsung dengan kegiatan sinoman di daerah lain, meskipun pada dasarnya mempunyai esensi yang sama. Serta menunjukkan bagaimana kegiatan itu berlangsung sebagai suatu tradisi bagi masyarakat setempat.

2.Pembatasan Masalah
Kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan yang memiliki banyak variasi meski masih berada dalam satu wilayah provinsi. Seperti misalnya, dalam segi bahasa, bahasa yang digunakan sudah pasti adalah bahasa Jawa karena masyarakatnya berada dalam wilayah Pulau Jawa. Akan tetapi bila dicermati lebih lanjut, ada perbedaan antara bahasa Jawa daerah Solo dengan bahasa Jawa di daerah Cilacap. Perbedaan tersebut adalah mengenai dialek yang merupakan tata cara pengucapan suatu bahasa. Oleh sebab itu dalam makalah ini penulis ingin menyajikan penjelasan lebih lengkap mengenai tradisi sinoman di daerah Cepu, yang mungkin akan memberikan warna berbeda dari bentuk-bentuk sinoman yang ada di daerah lain.
Pembahasan yang ada dalam makalah ini akan berkisar mengenai segi sosial dan budaya. Semua hal yang dipaparkan disini diharapkan akan memberikan gambaran kepada para pembaca agar lebih lanjut bisa membandingkannya dengan tradisi sinoman di daerah lain, karena meski pada dasarnya sama akan tetapi pasti ada sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Pemaparan yang akan ditulis akan lebih membahas tentang bagaimana sinoman menjadi suatu budaya dalam masyarakat suatu desa dan bagaimana sinoman dipandang dari segi sosial itu sendiri.

3.Rumusan Masalah
Setelah dijabarkan mengenai latar belakang mengenai tradisi ini, maka didapatkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
a.Apa yang ingin diketahui dari sinoman dalam pernikahan di daerah Cepu?
b.Siapa yang biasanya ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut?
c.Kapan kegiatan sinoman pernikahan tersebut biasanya dilakukan?
d.Dimana kegiatan sinoman pernikahan itu berlangsung?
e.Mengapa tradisi sinoman dalam pernikahan perlu dilestarikan?
f.Bagaimana tradisi sinoman pernikahan di daerah Cepu berlangsung?

4.Tujuan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah memaparkan lebih lanjut mengenai tradisi sinoman pernikahan di daerah Cepu. Dengan pertimbangan bahwa kita nantinya bisa membandingkan bagaimana tradisi sinoman ini berlangsung di daerah-daerah yang lainnya. Karena walaupun esensinya sama, tapi pasti ada sedikit hal yang membedakan antara kegiatan sinoman yang satu dengan yang lainnya. Selain itu agar bisa menjadi referensi bagi para pembaca agar lebih dapat mengaplikasikan tradisi tersebut sebagai wujud gotong royong dan sosialisasi dalam masyarakat, khususnya para muda-mudinya. Karena bagaimanapun juga, sinoman dalam pernikahan merupakan salah satu dari kebudayaan Jawa yang mesti dilestarikan.

5.Kajian Pustaka
Penulisan makalah ini didasarkan pada beberapa sumber tertulis yang terdapat pada artikel-artikel yang ada dalam salah satu website di internet, catatan-catatan mata kuliah Kajian Kebudayaan Jawa dan sebuah buku tentang Kebudayaan Jawa. Selain itu juga berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang dialami penulis sebagai masyarakat Jawa pada umumnya dan masyarakat daerah Cepu pada khususnya. Sumber data yang lain juga didapatkan dari pengalaman-pengalaman dari muda-mudi daerah lain yang pernah menjadi sinoman dalam suatu pesta pernikahan. Data-data tersebut kemudian diolah sedemikian rupa sehingga didapatkan pemaparan-pemaparan yang nantinya diharapkan bisa menjawab rasa keingintahuan para pembaca.
















BAB 2
PEMBAHASAN


1.Garis Besar Sinoman pada Umumnya

a.Definisi Sinoman
Sebelum membicarakan sinoman lebih lanjut, maka ada baiknya mengetahui arti atau definisi dari sinoman. Ada beberapa versi dari pendefinisian arti kata ‘sinoman’ itu sendiri sebagai bentuk keanekaragaman opini masyarakat Jawa. Namun pada akhirnya kesemuanya itu akan membentuk, mengerucut pada satu kesimpulan yang sama, satu pengertian atau esensi yang sama.
Pertama, bila dirujuk langsung pada pembentuk kata itu sendiri sebagai kata dasar, ‘nom’ yang dalam bahasa Jawa berarti muda, maka kata sinoman bisa diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan para pemuda. Kedua, bila menilik atau mengambil versi dari salah satu tembang macapat ‘sinom’, dalam serat Purwakara diartikan sebagai seskaring rambut yang berarti anak rambut. Selain itu, sinom juga diartikan ‘daun muda’ sehingga kadang-kadang diberi isyarat dengan lukisan daun muda.
Ketiga, bila dilihat dari bentuk kata kerjanya yaitu ‘nyinom’, maka kurang lebih artinya adalah sebuah perkumpulan atau organisasi yang terdiri para pemuda untuk membantu orang lain dalam mempunyai hajat. Pendapat lain ada yang menyatakan bahwa ‘sinom’ ada kaitannya dengan upacara-upacara bagi anak-anak muda zaman dahulu. Dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat diambil kesimpulan sebagai pendefinisian ‘sinoman’ itu sendiri yaitu sebuah kegiatan yang dilakukan para pemuda dalam sebuah desa untuk membantu tetangganya yang sedang mengadakan hajatan atau syukuran, baik syukuran pernikahan, sunatan, ataupun kematian.



b.Tujuan Sinoman
Setelah membahas mengenai definisi sinoman maka untuk selanjutnya adalah mengetahui apa tujuan dari sinoman itu sendiri dalam suatu masyarakat di desa, karena pada dasarnya suatu hal yang dilakukan pasti mempunyai sebuah tujuan, entah itu baik atau bahkan buruk. Sebenarnya jika diamati secara cermat, sinoman mempunyai beberapa tujuan yang baik dalam hubungan antar sesama masyarakat. Dalam bab ini akan disimpulkan beberapa tujuan dari sinoman:

Meringankan beban orang lain yang mempunyai hajatan. Misalnya, mempersiapkan peralatan untuk keperluan pesta (biasanya pada pesta pernikahan atau sunatan yang membutuhkan banyak bantuan), membantu dalam prosesi pemakaman bila ada yang tetangga yang sedang berdukacita karena kematian salah satu anggota keluarganya, dan sebagainya.
Mewujudkan suatu bentuk gotong royong atau sebuah kebersamaan bagi warga masyarakat di daerah tersebut. Hal ini didasari dengan fakta bahwa manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan bantuan orang lain sehingga menuntutnya untuk bersosialisasi dengan warga masyarakat yang lain.
Ingin berbakti ataupun memberikan suatu kontribusi sesuai kemampuannya karena suatu bantuan tidak harus dalam bentuk uang. Misalnya, seorang pemuda yang masih bersekolah dan belum bekerja tidak mungkin akan bisa memberikan uang sebagai bentuk bantuannya pada orang lain yang mempunyai hajat, sehingga cara lain adalah dengan memberdayakan tenaganya, mengingat biasanya para pemuda tersebut masih memiliki tenaga ekstra dalam penyaluran energi yang dipunyainya dan sinoman merupakan kegiatan positif sebagai alternatif pengisi kekosongan waktu luang.
Merperkokoh tali silaturahmi antar warga masyarakat. Tradisi ini setidaknya banyak membantu mempererat tali persaudaraan antar tetangga karena dengan memberikan bantuan tersebut, si tuan rumah yang mempunyai hajatan akan sangat berterimakasih dan menghargai segala bentuk bantuan yang diberikan sehingga menimbulkan kedekatan di antara mereka.
Memperluas jaringan bersosialisasi antar warga masyarakat. Misalkan, seorang pemuda yang selama ini menghabiskan waktunya hanya di rumah dan lingkungan sekolah saja (belum banyak bergaul dengan tetangga sekitarnya), saat ikut dalam sinoman bersama pemuda-pemuda yang lainnya maka secara tidak langsung yang tadinya tidak begitu mengenal atau bahkan tidak mengenal sama sekali akan tahu dan mengenal karena adanya suatu percakapan di antara mereka. Selain itu, tamu yang berdatangan disana (kebanyakan tetangga dari RT atau RW sebelah) akan mengetahui eksistensi pemuda tersebut. Begitu pula sebailknya.
Terciptanya kerukunan antar pemuda atau tetangga dalam masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sikap saling tolong-menolong yang mereka perlihatkan antar sesama warga sehingga tampak menciptakan suasana rukun, damai dan sejahtera, karena biasanya parameter suatu harmonisnya suasana pedesaan diukur dari tingkat kerukunanya antar warga masyarakatnya.
Menumbuhkan semangat kepemudaan bagi para sinoman itu sendiri. Maksudnya disini adalah adanya suatu keterikatan batin antara para pemuda yang muncul saat bersama-sama dalam suatu pertemuan. Misalnya, seorang pemuda yang ikut sinoman sebelumnya belum pernah ikut dalam organisasi karang taruna di desanya sehingga saat bertemu dengan temannya yang lain saat menjadi sinoman tersebut, akhirnya ia tertarik untuk ikut berpatisipasi aktif dalam segala kegiatan di dalamnya karena ada suatu persamaan visi dan misi. Atau mungkin dalam suatu desa belum ada organisasi karang taruna yang diperuntukkan bagi para pemuda, maka dengan bertemunya mereka sebagai sinoman dalam hajatan tertentu di rumah tetangganya akan menumbuhkan semangat tersebut hingga akhirnya berinisiatif membentuk organisasi tersebut bersama teman-teman pemuda yang lain.
Membudayakan tradisi tersebut bagi generasi muda agar kegiatan ‘sinoman’ tidak luntur seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern ini karena melihat fakta yang ada, kegiatan ‘sinoman’ sulit ditemukan di kota-kota besar yang kebanyakan warganya mulai bersifat individualistik. Sikap inilah yang nantinya akan mendasari sikap apatis bagi para warga terhadap lingkungan sekitarnya.

2.Tradisi Sinoman pada Masyarakat Cepu
Cepu adalah sebuah kecamatan yang berada dalam naungan Kabupaten Blora. Daerah ini terkenal akan sumber minyaknya sehingga mendapat julukan sebagai ‘kota minyak’. Oleh karena itu walaupun wilayah Cepu luasnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kota Blora tapi namanya tidak kalah terkenal dengan kota kabupaten itu. Itulah mengapa Cepu akhirnya menyandang status baru sebagai ‘kota kecil’. Sebuah kota kecil yang cukup terkenal, yang terrletak di wilayah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Masyarakat Cepu pada umumnya masih tergolong masyarakat pedesaan (kecuali masyarakat yang tinggal dalam pusat kota) karena memang wilayah Cepu itu sendiri terdiri dari banyak desa di dalamnya dan setiap desa tersebut pasti mempunyai aturan atau norma-norma sendiri bagi warga masyarakatnya. Kemudian dalam kehidupan sehari-hari, aktifitas tertentu yang dilakukan mereka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan hingga akhirnya berkembang sebagai satu kebudayaan.
Salah satu dari kebudayaan tersebut adalah kegiatan ‘sinoman’yang dilakukan masyarakat bila salah satu tetangganya ada yang mempunyai hajatan atau syukuran. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan sinoman yang dimaksud disini lebih memfokuskan pada pemuda-pemuda yang ada dalam masyarakat tersebut. Dengan melakukan kegiatan sinoman ini diharapkan para pemuda yang ada dalam desa tersebut lebih bisa menanamkan rasa kebersamaan lewat gotong royong itu.
Kegiatan sinoman di daerah Cepu biasanya dilakukan bila ada salah satu warga desa sedang mengadakan hajatan (pada umumnya pernikahan dan sunatan). Tapi dalam makalah ini penulis hanya akan memaparkan pada sinoman pernikahan saja dengan pertimbangan bahwa biasanya syukuran pernikahan lebih banyak diadakan daripada syukuran khitanan sendiri, apalagi pada dewasa ini. Masyarakat nampaknya lebih jeli dalam memanajemen kepentingannya yang lebih utama. Syukuran khitanan dianggap tidak perlu diadakan secara besar-besaran, sama seperti pesta pernikahan, tapi diadakan cukup sederhana saja dengan pertimbangan modal.
Di daerah Cepu ada dua jenis sinoman yang biasanya dilakukan masyarakat setempat. Pertama adalah sinoman yang terkoordinir. Maksudnya adalah sinoman ini dilakukan secara terkoordinir oleh sang tuan rumah (yang punya hajatan). Jadi, mereka mengundang atau meminta beberapa pemuda yang diinginkan untuk ikut serta dalam panitia pernikahan salah satu anggota keluarganya. Biasanya pernikahan tersebut diadakan secara besar-besaran oleh orang yang cukup berada. Para sinoman ini nantinya akan diberikan seragam tertentu dan diberi upah berupa sejumlah uang. Tugas mereka biasanya mengurusi konsumsi untuk para tamu dan membantu keperluan prosesi pernikahan tersebut selama beberapa hari lamanya.
Kedua adalah sinoman yang tidak terkoordinir (spontanitas). Jadi, para muda-mudi desa secara langsung mendatangi rumah tetangganya yang punya hajatan tanpa permintaan dari si pemilik rumah (spontanitas). Biasanya mereka menggunakan baju sinoman pada umumnya, yaitu hitam putih (atas putih bawah hitam). Berbeda dengan jenis sinoman yang di atas, sinoman ini tidak diberi upah berupa uang. Mereka datang dan ikut berpartisipasi disana karena ingin memberikan kontribusi tanpa adanya suatu pamrih. Mereka lebih mengutamakan rasa kebersamaan antar sesama warga desa. Tugas mereka sama, yaitu bertanggungjawab untuk melayani tamu undangan dalam urusan konsumsi.
Sinoman pernikahan biasanya terdiri dari sinoman putra dan sinoman putri. Tugas sinoman putra biasanya membawa makanan dari dapur sampai tempat duduk para tamu. Sedangkan sinoman putri bertugas untuk membagikannya kepada para tamu. Dalam hal ini, beberapa sinoman (putra dan putri) akan dibagi berdasarkan sektor yang ada dan bertanggungjawab pada sektor tersebut, jangan sampai ada tamu yang tidak mendapatkan konsumsi.
Pada umumnya dalam pesta pernikahan tersebut, ada empat sesi perjamuan (makan) :
1.Sesi teh dan snack.
Biasanya saat para tamu berdatangan pada waktu yang telah ditentukan, mereka akan menandatangani presensi kehadiran sekaligus menyerahkan bingkisan berupa barang atau uang di meja resepsionis. Disana juga mereka langsung diberi cinderamata (barang kenang-kenangan dari mempelai) dan satu snack setiap orangnya (kecuali yang datang bersama salah satu anggota keluarganya). Lalu setelah mereka duduk di tempat yang telah tersedia, para sinoman akan memberikan segelas teh hangat pada setiap tamu.
2.Sesi sop.
Beberapa saat kemudian, saat tamu bertambah banyak, para sinoman akan segera menyajikan semangkuk sop atau bakso pada tamu. Isi dari sop sesuai dengan sop yang biasanya dibuat, ada irisan wortel, kentang, macaroni, sosis, kol dan tambahan bahan lainnya.
3.Sesi makanan utama.
Setelah sesi sop selesai, maka makanan utama mulai dibagikan. Biasanya makanan ini terdiri dari nasi, daging sapi berbumbu, kentang, acar, sambal goreng, dan kerupuk. Semua itu sudah disiapkan dalam setiap piring dan porsinya sama.
4.Sesi es krim atau es buah.
Seusai sesi makanan utama, yang terakhir disajikan adalah es krim atau es buah. Hidangan ini diberikan sebagai makanan penutup pesta pernikahan tersebut. Sesi yang terakhir ini tidak diharuskan ada dalam pesta pernikahan. Bahkan kadang bisa diganti dengan pemberian buah sebagai pencuci mulut yang biasanya diberikan bersamaan dengan sesi makanan utama.

Setelah sesi makan selesai dan para tamu sedang menikmati hiburan yang diberikan, maka inilah saatnya para sinoman tadi gantian makan (langsung empat sesi sekaligus) dan kalau masih ada tamu yang berdatangan karena terlambat mereka biasanya bergantian dengan temannya dahulu.
Tapi tugas para sinoman ini tidak hanya berhenti disitu saja, setelah pesta pernikahan selesai, tugas mereka selanjutnya adalah membereskan meja dan melipat semua taplak. Sebenarnya tugas mereka tidak terlalu berat karena banyak muda-mudi yang ikut menjadi sinoman sehingga pekerjaan mereka menyenangkan. Kalau semuanya sudah selesai, mereka baru menikmati hiburan (biasanya campursari atau dangdutan) sampai malam karena selama pesta yang diadakan selama beberapa hari itu para warga masyarakat yang berdekatan datang (berkumpul) untuk ‘jagongan’ (ngobrol bersama-sama untuk meramaikan suasana rumah yang punya hajatan).
Kegiatan sinoman ini bagi masyarakat Cepu adalah sebagai wujud gotong royong antar sesama warga masyarakat karena esensi budaya Jawa yang melekat kuat. Bahwa bagi mereka kebersamaan adalah segalanya, sesuai dengan pepatah ‘mangan ora mangan asal ngumpul’. Mereka dalam kegiatan sinoman ini dilatih untuk memiliki rasa kebersamaan dengan saling bergotongroyong melalui pesta pernikahan. Sederhana memang, tapi demikianlah perilaku masyarakat yang patut untuk dilestarikan. Disamping itu, tuan rumah pun akan merasa terbantu karena tamu undangan mereka terlayani.

3.Perkembangan Tradisi Sinoman Dewasa Ini pada Masyarakat Cepu
Jika dicermati lebih lanjut, tradisi ‘sinoman’ ini lebih banyak dijumpai pada daerah pedesaan. Hal tersebut memang wajar terjadi mengingat fakta bagaimana kondisi lingkungan di daerah perkotaan besar yang mayoritas warganya sangat individualistik. Sikap keindividualistikan ini mungkin disebabkan oleh orientasi kerja yang berbeda diantara keduanya. Orang-orang di desa dalam mengerjakan suatu pekerjaan lebih mementingkan kebersamaan sementara orang-orang di kota lebih berorientasi pada uang, keefisien waktu, dan hasil yang menguntungkan. Bagi mereka, waktu adalah uang. Karena itulah ritme kerja orang-orang kota sangat padat, seperti tidak ada habis-habisnya, dari pagi buta sampai subuh kembali menjemput.
Di daerah Cepu, yang terdiri dari beberapa desa, tradisi sinoman masih terjaga kelestariannya meskipun tak menampik kemungkinan bahwa tradisi ini akan terkikis sedikit demi sedikit oleh waktu nantinya. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya masyarakat yang lebih suka menyelenggarakan pesta pernikahannya dalam gedung-gedung mewah dimana bentuk perjamuannya biasanya berupa prasmanan atau standing party (penyelenggaraan pesta dimana para tamunya terus berdiri dalam acara prosesi pernikahan tersebut). Alasan lain yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi adalah adanya arus budaya kota yang masuk dalam wilayah Cepu sedikit demi sedikit. Apalagi melihat kenyataan bahwa Cepu telah mendapat predikat sebagai ‘kota minyak’ yang pasti menjadikannya tidak bisa lagi disebut sebagai ‘desa’ tapi sudah berubah menjadi sebuah ‘kota kecil’. Lama-kelamaan perubahan status ini juga akan mempengaruhi cara pandang masyarakat di dalamnya bahwa mereka harus mengubah imej Cepu sebagai suatu ‘kota’ bukan sebuah desa lagi.
Oleh karena itu diharapkan bagi generasi muda pada zaman sekarang hendaknya tetap memegang teguh tradisi setempat sebagai wujud kebudayaan masyarakat. Sinoman memang sudah mengakar dan ada nyaris di semua pedesaan dengan ciri khasnya masing-masing sehingga menjadikannya sebagai suatu budaya yang patut untuk terus dilestarikan, tetapi semua itu tergantung pada pilihan para masyarakatnya sendiri (para pemudanya): apakah berniat untuk berusaha menjaga kelestariannya atau malah tidak peduli sama sekali. Sebuah pilihan yang cukup adil jika melihat situasi yang ada sekarang ini.









BAB 3
PENUTUP


1.Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi sinoman dalam pernikahan Cepu masih berjalan dengan baik sampai sekarang meskipun hal itu hanya terjadi di pedesaannya karena di zaman modern seperti saat ini, masyarakat cenderung mengikuti arus budaya barat, misalnya dengan mengadakan prasmanan, standing party, ataupun bentuk pesta yang lain dalam gedung mewah sehingga tidak membutuhkan para sinoman. Tapi rupanya masyarakat masih beranggapan bahwa kegiatan ini bisa mewujudkan rasa kebersamaan bagi setiap warganya dan sebagai bentuk gotong royong yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia ketika orang lain membutuhkan pertolongan kita.
Selain itu, kegiatan ini bisa memberikan banyak keuntungan bagi para muda-mudi daerah tersebut pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sinoman ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk eksistensi mereka dalam masyarakat karena telah ikut berkontribusi sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Meskipun demikian, dapat digarisbawahi tadi bahwa di daerah Cepu ada juga sinoman yang mendapatkan bayaran, jadi istilahnya sebagai kerja part time walaupun para muda-mudinya juga berada dalam satu wilayah tersebut.
Tapi terlepas dari semua itu, kegiatan sinoman dalam pesta pernikahan di daerah Cepu ini dipandang sebagai wujud gotong royong masyarakat setempat. Jadi, walaupun hanya spontanitas saja menjadi sinoman, hal tersebut tidak masalah karena masyarakat lebih berorientasi pada kebersamaan bukan materialistik. Sebenarnya itulah yang harus dipunyai oleh para muda-mudi bangsa Indonesia ini, bukan paradigma yang berasal dari budaya Barat yang akhirnya mengikis budaya Indonesia yang sudah mendarah daging. Dan satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan terus melestarikan budaya tersebut.

2.Saran
Setelah menulis makalah ini penulis ingin memberikan beberapa saran untuk para pemuda pada khususnya dan masyarakat setempat pada umumnya:
a.Hendaknya para pemuda zaman sekarang tidak mempunyai rasa materialistik pada dirinya karena hal tersebut dapat menyebabkan rasa tidak peduli pada lingkungan sekitarnya (individualistik).
b.Hendaknya tidak mengikuti paradigma budaya Barat yang sudah masuk ke dalam bangsa Indonesia sehingga bisa mengikis tradisi yang sudah ada dalam masyarakat setempat.
c.Pemuda diharapkan lebih peka terhadap lingkungan masyarakat agar bisa bersosialisasi dengan baik.
d.Hendaknya para muda-mudi melestarikan tradisi sinoman sebagai wujud gotong royong sehingga memupuk rasa kebersamaan bersama anggota masyarakat.





Daftar Pustaka:
1.Catatan harian mata kuliah Kajian Kebudayaan Jawa.
2.Drs. Imam Sutardjo, M. Hum. 2008. Kajian Budaya Jawa. Surakarta: FSSR UNS.

1 komentar: