Selasa, 16 Maret 2010

Echa sudah mempercepat langkahnya, tapi nyatanya cowok itu yang berhasil duluan membuka pagar.
”Lho, kau jadi kesini juga ya?” cowok itu menelengkan kepalanya, mengamati wajahnya. Icha menunduk dalam-dalam. ”Kukira kau tidak mau,” tambahnya lalu membuka pintu pagar itu.
Echa tak menjawabnya, ia langsung ikut masuk, duduk di teras, seperti hari kemarin. Ia tak tahu kenapa Tante Rahayu menginginkannya kemari lagi. Apa ada sesuatu yang ingin dibicarakan wanita itu padanya. Tak lama kemduian ia melihat cowok itu keluar lagi dengan baju yang berbeda, seragamnya tadi sudah dicopotnya.
”Tante sedang tak ada, tidak tahu kemana. Tapi mungkin sebentar lagi kembali, dia kan sudah janji akan menemuimu.”
Echa mengangguk, menyibukkan diri untuk memoerhatikan pot bunga yang berjajar rapi, daripada harus memandang cowok yang bukan muhrimnya itu. Ia berharap cowok itu segera pergi entah kemana, dan tidak menghiraukannya lagi. Ia masih merasa takut meskipun tadi pagi cowok itu sudah minta maaf.
Tapi ternyata cowok itu malah duduk di kursi yang satunya, tepat di seberangnya, menatapnya lurus. Ia jadi merasa kikuk dibuatnya.
”Namamu Raesha kan?”
Tidak diduganya sama sekali cowok itu tahu namanya, ia berpikir pasti namanya hanya dianggap angin lalu saja dulu, tapi ternyata tidak. Ia hanya mengangguk pelan.
”Cantik seperti orangnya,” kata cowok itu yang langsung membuatnya beristighfar dalam hati. Pipinya pasti langsung memerah kali ini. Malu sekali terlihat seperti itu di depan cowok yang jelas-jelas bukan muhrimnya.
”Ta...tante Rahayu pulangnya masih lama ya?” tanyanya masih merasa gugup, apalagi dilihatnya cowok itu mengulum senyum, pasti sedang menertawakannya.
”Kau itu ternyata lucu ya,” cowok itu dengan sengaja memperhatikannya dengan tatapan serupa garis lurus. Ia tersenyum lembut.
’Astaghfirullah,’ Echa beristghfar dalam hati, kali ini ia benar-benar memalingkan wajahnya jauh-jauh, ke arah jalan. Ia benar-benar tak menyangka kalau cowok itu bakal tersenyum seperti itu kepadanya. Sungguh, baru kali ini ia melihat cowok itu tersenyum dengan cara yang lembut seperti itu. Tidak pernah menduganya sama sekali. Ia bahkan sudah menganggap cowok itu tidak tahu bagaimana tersenyum. Lalu tiba-tiba cowok itu tersenyum padanya dari jarak dekat seperti ini. Masya Allah!
”Maaf, lebih baik saya pulang saja,” Icha hendak beranjak dari kursinya dengan wajah gelisah, ia merasa tidak bisa lama-lama berada disana hanya berdua bersama cowok itu.
Tapi cowok itu keburu menghadang langkahnya. ”Mau kemana?”
”Saya mau pulang!” sahut Icha tampak bingung.
“Kenapa? Tante Ayu kan belum pulang!” cowok itu tetap menghalangi jalannya, meski ia sudah berusaha menghindarinya.
”Besok saja saya kesini lagi, tolonglah...!” Icha mendongakkan kepalanya sedikit, memohon cowok itu untuk memberinya jalan.
”Tapi nanti Tante pasti mencarimu. Tunggulah sebentar lagi!” cowok itu memaksanya.
Echa jadi merasa ragu-ragu.
“Ya? Ditunggu saja ya?” cowok itu terus mendesaknya. “Tunggu saja sebentar lagi!”
Echa merasa tidak enak hati, ”Baiklah, saya mau menunggu, tapi...tapi...”
”Tapi apa?” cowok itu mengernyitkan dahi heran.
”Ehm...jangan mengatakan hal-hal yang aneh lagi pada saya!” saat Ia berkata seperti itu, ia memberanikan diri untuk memandang cowok itu sebentar, untuk menegaskan bahwa ia sedang berkata serius.
Cowok itu tertawa kecil. ”Oh, jadi itu alasannya kau mau pergi begitu saja?” Ia mengangkat bahu, ”Oke, oke, baiklah. Aku akan diam saja nanti kalau kau memang menganggapnya aneh!”
”Bukan begitu!” Icha jadi merasa tidak enak, takut kalau cowok itu jadi salah paham padanya lagi.
”Iya, aku mengerti. Tenang sajalah! Aku akan pergi saja kalau begitu!” kata cowok itu kembali ke nada bicaranya semula, dengan nada yang agak tinggi.
”Bukan begitu!” kata Echa tidak mengerti apa yanga harus dia katakan.
”Lalu apa sih masalahmu sebenarnya?”
Echa menundukkan wajahnya dalam-dalam, lalu berkata pelan, ”Saya tidak biasa mendengar hal-hal yang seperti itu. Saya juga tidak pernah berduaan berbicaraan dengan laki-laki sebelumnya.”
Cowok itu langsung tertawa terbahak mendengar penuturan Echa barusan. Ia benar-benar tertawa, sambil menunjuk ke arah Icha, ”Yang benar saja kau ini! Memangnya kau ini hidup di planet mana sih?”
Echa merasa agak dongkol juga. Orang yang ada di depannya ini memang tidak gampang ditebak, kalau sedang dingin serasa mengerikan, tertawanya juga bikin orang ingin pergi dari hadapannya saja. Dasar laki-laki yang menyebalkan! Katanya dalam hati.
Echa beranjak berdiri, begitu saja melewati tempat duduk Edo, tapi cowok itu segera menangkap pergelangangan tangannya dengan tepat.
Echa kaget bukan kepalang. Ia menyentakkan tangannya. Cowok itu lama-lama memang menyebalkan. ”Saya mau pulang saja!” serunya, tanpa menunggu jawaban dari Edo, atau sekedar tahu apa yang bakal dikatakakan cowok itu. Ia bergegas menuju pintu pagar, tanpa menoleh lagi. Tapi saat ia baru keluar dari pintu pagar itu, seseorang langsung menyebutkan namanya dengan ekspresi riang.



^_^If you wanna know d story, read my novel...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar